Kamis, 28 Oktober 2010

Rita (Hukum dan Aturan)


Dalam pada itu orang sadar benar dengan adanya aturan dalam alam ini. Segala sesuatau di dunia dan alam ini terikat benar oleh hukum yang tertentu, ada dan terjadinya mengikuti aturan.

Tidak dalam alam saja, bahkan dalam masyarakat pun hukum dan aturan ini tidak dapat diabaikan; ada hubungan tertentu antara anak dan orang tuanya, suami dan istrinya, pembesar dan bawahaannya dan seterusnya. Adapun hukum dan aturan ini disebut Rita. Rita ini bukanlah dewa disamping dewa lain. Ia meliputi segala-galanya, baik dewa maupun dunia seisinya terikat oleh rita itu. Rita ini tak berkehendak dan tak berbudi; itu aturan dan hukum yang tidak dapat dan tidak boleh diabaikan atau dilanggar.

Dewa dan Manusia
Kesadaran akan rita ini bagi ajaran Hindu merupakan pangkalan pikiran yang amat mendalam. Kalau sesungguhnya rita itu yang mengatur segala-galanya, apakah bedanya antara manusia dan dewa? Jika orang memperhatikan sifat dewa-dewa itu, nampaklah bahwa mereka semacam manusia juga. Dunianya lebih makmur, sifat mereka agak melebihi manusia , tidak menjadi tua, tidak mati, tetapi mungkin sedih hati, cemburu, sombong, tidak lurus hati dan lain-lain.

Dalam intinya tidak terlalu berbeda manusia dengan dewa, malahan kalau diperhatikan terkumpullah dalam manusia itu semua dewa, karena pada manusia itu terdapat kekuatan-kekuatan alam. Bukankah budi manusia itu terpancar dan bersinar seperti api (AGNI) bukankah nafasnya itu angin (VAYU), dan matanya itu berkilau-kilau seperti SURYA? Adapun badannya semacam bumi yang mendukung dan merasakan segala kekuatan alam.

Maka perhatian ahli pikir lambat-laun terarahkan kepada manusia sendiri, karena demikianlah pikiran mereka, jika orang sungguh-sungguh dapat memahami manusia sedalam-dalamnya, ada kemungkinan dapat memahami alam seluruhnya. Bahwa kemudian manusia sungguh-sungguh menjadi pusat pandangan ahli pikir Hindu ternyata dari sejarahnya.
Lanjut Baca >>

Senin, 25 Oktober 2010

Dewa



Kepada siapakah korban itu dipersembahkan? Menurut Veda korban itu diantarkan kepada Dewa. Kata ini serta dalam pengertiannya terkenal dalam bahasa Indonesia. Banyaklah dewa ini disebut-sebut dalam Veda, akan tetapi yang utama hanya beberapa saja.

Yang berkuasa ialah Indra, ia itu dewa guntur dan dewa perang. Oleh karena bangsa Arya itu bangsa yang hidup di luar dan suka berperang, tidaklah heran bahwa hormat dan pujian mereka ditujukan kepada yang berkuasa atas kekuatan alam yang dahsyat dan perang.

Disamping Indra adalah dewa Visnu, yang biasanya dianggap sebagai penyelenggara dunia dan alam semesta. Kecuali dua dewa ini masih ada Agni, dewa Api, Surya sebagai dewa Matahari, Vayu, dewa Angin dan Rudra, dewa Pengrusak.



Kalau sifat-sifat dewa ini diperhatikan, ternyata bahwa semuanya itu tak lain dari kekuatan alam yang di”dewa-dewa”kan. Nama dewa-dewa itu itu pun dalam bahasa sansekerta hanya menunjukkan kekuatan-kekuatan alam itu saja. Orang merasakan akan kekuatan tersebut serta kekuasaannya, dan oleh karena tidak dapat menerangkan apakah kekuatan dan kekuasaan itu sebenarnya, lalu dianggap semacam orang, akan tetapi lebih berkuasa serta sifatnya pun disana-sini berbeda juga dari manusia biasa dan inilah disebutnya DEWA.
Lanjut Baca >>

Minggu, 24 Oktober 2010

Veda


Sudah lama sekali, berabad-abad sebelum permulaan abad kita ini, jauh lebih lama sebelum orang Yunani berfilsafat dan meninggalkan warisan buah pikirannya yang tertulis, sudah adalah bahan tertulis ditanah Hindu yang memuat buah pikiran Hindu.

Bahan itu tidak boleh dikatakan memuat filsafat Hindu karena disana terdapat pula ajaran-ajaran yang boleh kita sebut agama karena berdasarkan kepercayaan. Bahan tertulis yang dihormati benar oleh masyarakat Hindu ini disebut Veda. Keseluruhan alam pikiran yang merupakan filsafat dan agama itu untuk mudahnya disebut Vedisme.

Untuk agak mengerti akan keseluruhan alam pikiran ini, haruslah kita mengemukakan sejarah sedikit serta sepintas lalu menyelami pikiran yang hidup pada kelompok manusia yang biasanya disebut bangsa Arya serta dianggap pemilik Veda itu.

Sebagai bangsa yang mengembara, bangsa Arya itu meninggalkan tanah airnya berpindah ke tanah datar sungai Indus. Bilamana ini terjadi tak dapat ditentukan, kira-kira antara tahun 1000 dan 2000 sebelum Masehi. Walaupun tak dapat diketahui, bagaimana keadaban dan kebudayaan bangsa Arya ini, tetapi teranglah, bahwa mereka itu gagah berani, suka mengembara dan keras hati. Tentu saja mereka yang baru mendatang ini segera berlawanan dengan bangsa-bangsa yang sudah ada disana. Bangsa apa ini tidah diketahui benar. Penduduk asli ini dikalahkan oleh bangsa Arya.

Mula-mula bangsa baru ini tinggal dibagian barat laut tanah Hindu yang disebut orang Punjab. Pada lembah yang subur ini orang Arya mulai hidup teratur walaupun mereka berusaha tidak bercampur darah dengan bangsa yang dahulu sudah ada disitu, lama kelamaan ada juga percampuran darah, meskipun tak amat banyak. Pada ketika itulah terlahirkan Veda yang akan menjadi pangkal dan pedoman pikiran Hindu untuk kemudian hari.

Sejarah politik bangsa Arya yang makin besar kekuasaannya ini tidak kita ikuti. Baiklah kita perhatikan Veda itu.




Isi dan macam Veda.
Adapun isi Veda itu semuanya bersangkutan dengan upacara agama, terutama korban. Dalam agama mereka korban itu amat penting. Ada korban bagi perseorangan, ada yang bagi umum, seluruh masyarakat. Kalau diantarkan korban umum ini, ada pengorban resmi dan sudah dari dahulu kala ada golongan pengorban resmi itu, karena jabatan pengorban resmi itu turun temurun. Korban resmi demikian itu biasanya besar-besaran dan persediaannya pun tidak sedikit pula. Mulai dari persediaan itu orang harus memperhatikan aturan-aturan upacara tertentu: setelah tempat untuk korban itu disediakan, maka disediakan korban atau persembahan yang bermacam-macam jenisnya: padi, beras, susu, mentega dan lain-lainnya, biasanya hasil bumi dan ternaknya. Yang terpenting diantara korban itu ialah soma, berupa minuman keras. Untuk menyediakan soma ini ada upacara yang tertentu dan selaras dengan kepentingan persembahan itu, upacara inipun amat penting pula. Dalam pada itu dinyanyikan puji-pujian (soman) oleh penyanyi resmi (utgatar).

Upacara-upacara pengorbanan terikat aturan-aturan yang tertib sekali, serta doa-doa yang harus diucapkan pun sudah tertentukan pula dan tak bolehlah orang menyimpang sedikit pun dari aturan-aturan semuanya itu. Jika sekiranya orang tidak mentaati aturan itu, meski hanya sedikit sekalipun bedanya, tak sahlah korban itu. Dari itu ada seorang yang ahli dalam korban yang mengawasi semuanya, supaya tata tertib dalam pengorbanan itu berlaku dengan semestinya. Ahli korban inilah yang sesungguhnya menjadi pengorban, karena dialah yang dapat menentukan baik-tidaknya, sah atau tidaknya korban itu. Korban itu disebut brahma, ahli korban disebut brahmana.






Berhubung dengan upacara-upacara pengorbanan ini, Veda digolong-golongkan menjadi 4 golongan:
Rig-Veda; inilah yang tertua dari semua Veda, berisi pujian.
Sama-Veda; berisi nyanyian-nyanyian yang di nyanyikan oleh utgatar, waktu orang menyediakan minuman untuk korban yang penting itu.
Yajur-Veda; berisi mantra-mantra dalam bentuk prosa, biasa dipergunakan dalam pengorbanan yang sebenarnya.
Atharwa-Veda; berisi uraian dan doa-doa yang harus dikenal para brahmana.
Lanjut Baca >>

Minggu, 17 Oktober 2010

Filsafat Hindu


Tidak hanya ahli-ahli pikir Yunani saja yang memikirkan soal-soal alam semesta. Orang Hindu pun tahu dan merasakan benar-benar bahwa dunia (alam) ini penuh rahasia serta bahwa manusia yang ada di tengah-tengah dunia ini merupakan sesuatu yang amat kecil, tetapi sebaliknya besar juga artinya. Maka ada cenderung manusia untuk menyelidiki dan memahami alam semesta dan segala isinya.

Manusia merasakan sungguh-sungguh kefanaan duniawi dan rindu dengan sepenuh hati pada yang baka. Manusia tahu juga, bahwa ia amat terikat oleh kekuasaan-kekuasaan yang menariknya ke bawah serta menghalangi terbangnya mencari kebakaan tersebut. Dari sebab itu dicarinya usaha untuk bebas dari ikatan duniawi itu. Ahli pikir memutar akalnya untuk mencari jalan bebas. Timbullah bermacam-macam filsafat di tanah Hindu, tetapi dalam bermacam-macam itu telah terasa usaha mencari kebebasan dari ikatan itu.

Jika di tanah Yunani ahli pikir mencurahkan tenaganya untuk mencapai kebenaran, ahli pikir filsafat Hindu berpikir untuk mencari jalan lepas dari ikatan duniawi untuk masuk ke dalam kebebasan yang baginya merupakan kesempurnaan. Memang orang Hindu pun mencari kebenaran, tetapi tidaklah demi kebenaran belaka, melainkan untuk bebas dari dunia. Filsafat Hindu menyelidiki alam, dicari inti sarinya, diselami hakekatnya, dicari sebab-sebab yang sedalam-dalamnya, akan tetapi filsafat tidaklah berhenti sampai disitu saja, masih mempunyai tujuan lebih lanjut: kebebasan.
Lanjut Baca >>

Senin, 11 Oktober 2010

Wejangan dan belajar Bijaksana II


Baik atau buruk nasib kita sebagai manusia jangan diperbandingkan dengan orang lain. Karena hal itu bisa membawa rasa iri dan ketidak adilan dalam diri kita. Adalah satu dosa besar kalau kita sampai mengatakan bahwa Tuhanlah yang telah berlaku tidak adil pada kita. Padahal jalan nasib seseorang sudah ditentukan sebelumnya oleh Sang Pencipta.



Semua yang datang dari orang lain tidak akan ada gunanya jika tidak dituruti. Suara hati nurani sendiri, yang datang dari lubuk terdalam hati yang tulus dan bersih adalah mata telinga bagi diri seseorang untuk melangkah dijalan yang baik dan benar. (Kiai Gde Tapa Pamungkas)



Mungkin perasaan hati terkadang menyesatkan. Namun bagaimanapun juga perasaan hati adalah satu kejujuran yang tidak pernah berkata dusta. Murni dan bersih seperti embun di pagi hari. (J.Bagus)



Keangkuhan dan kesombongan, sifat kasar dan mau menang sendiri serta selalu berprasangka buruk pada orang lain sering membawa seseorang ke dalam hidup yang menyedihkan.



Jika kau membuang satu persatu orang-orang yang selama ini dekat dan bersahabat denganmu, di hari-hari terakhirmu dalam kehidupan ini kau akan merasa kesepian. Sangat kesepian! Perasaan itu lebih perih dari sayatan pisau dilubuk hatimu, akan lebih menyesakkan dari tindihan batu gunung. (kata hati seorang yang angkuh)



Tiap masalah tidak harus dilewati dengan jalan baik, tapi akan selalu berakhir untuk kebaikkan dan kebenaran. (J.Bagus)



Tanpa imajinasi, kita seperti orang-orang malang yang membosankan. (J.Bagus)



Penting untuk menjadi netral, berusaha untuk tidak berusaha. (Yen Wen)


Lanjut Baca >>

Minggu, 03 Oktober 2010

Wejangan dan belajar Bijaksana


Hendaknya janganlah tanpa pertimbangan sama sekali. Diri sendirilah yang selalu harus diteliti. Tingkah laku diri kita sendiri sehari-harilah yang harus diawasi dengan pertimbangan: salahkah tingkah laku saya sebagai ini? Atau benarkah? Apa yang sebagai ini sama dengan tingkah laku binatang? Atau apakah sama dengan perilaku pendeta? Semua ini disebabkan oleh perilaku diri sendiri. Demikianlah cara merenungkan setiap hari. Berusahalah meneliti perilaku diri sendiri setiap hari.

Bertambahnya umur, sering kita dituntut makin dewasa, untuk belajar menjadi dewasa kita biasanya ditempa lewat pengalaman dan pembelajaran diri. Pembelajaran diri adalah salah satunya dengan belajar untuk bijaksana. Saya mencoba merangkum beberapa kata bijak yang saya ketahui , semoga bisa untuk dipikirkan dan direnungi..

Apapun keadaanmu, satu yang mesti diyakini..
memaafkan, welas asih, cinta dan kasih sayang.




Dalam diri setiap orang terdapat kekuatan untuk
menjadi sehat dan menjadi sakit, untuk menjadi
kaya dan menjadi miskin, untuk hidup bebas dan
menjadi budak.
Kita sendirilah yang menentukan itu.
Bukan sesuatu, atau seseorang.
(Richard Bach)



Makin besar kecenderungan seseorang untuk berharap dan kebutuhannya
untuk berharap serta kemampuannya untuk mengalami pembaharuan
harapan, makin besar kecenderungan bahwa orang tersebut berada
dalam beberapa pengertian dari kata
" religius ". (Andrew M. Greeley)




Dari marah timbul kebingungan..
karena kebingungan ingatan menjadi kalut.
Karena kekalutan ingatan kebijaksanaan
menjadi lenyap, karena lenyapnya
kebijaksanaan seseorang akan hancur.




Orang bebas hanya bisa diatur oleh dirinya sendiri,
dan aturan itu yang akan membuatnya jadi lebih baik
jika mereka secara sadar ingin berubah.
(J.Bagus)





Sesungguhnya, seseorang itu dikenal dari perbuatannya, perkataan
dan pikirannya. Hal itulah yang menarik perhatian setiap orang untuk
mengetahui kepribadian seseorang. Maka dari itu kebaikan itulah
yang harus dibiasakan dalam perkataan, perbuatan dan pikiran.




Setelah mendapatkan kebahagiaan yang ia pandang tiada
terbanding itu dan tetap ada di dalam kebahagiaan itu, tiada
ia akan gentar, walaupun ditimpa malapetaka yang hebat.




Makhluk lahir sendiri, sendiri juga ia akan mati. Sendiri ia menikmati perbuatan baik, sendiri pulalah ia menikmati perbuatan yang buruk itu.(Manu Smrti IV, 240)



Mudah menemui orang yang selalu mengucapkan kata-kata yang menyenangkan, namun sukar mendapat orang yang(suka) mendengarkan dan mengucapkan kata-kata atau ucapan-ucapan yang tidak menyenangkan tetapi bermanfaat. (Ramayana VI, 21)



Jika niatmu ke neraka maka engkau akan ke neraka. Jika niatmu ke surga maka engkau akan ke surga. Selama kau sendiri tidak putus asa, siapa yang bisa memupus asamu?



Cinta tidak tolol. Cinta sesuatu yang suci jika saja manusia mau berlaku jujur. (J.Bagus)




Manusia adalah makhluk yang aneh, ia mudah memaafkan sahabat biasa namun sulit memahami dan memaafkan orang yang dikasihi



Jangan hati mempengaruhi pikiran, jangan pikiran mengacaukan hati.



Hatimu adalah untuk berpikir, berkata dan berbuat. (J.Bagus)
Lanjut Baca >>

Jumat, 01 Oktober 2010

Bahagia dan Perasaan Hati


Jiwa dari Icwara adalah berada didalam semua makhluk hidup. Tetapi oleh karena didalam tubuh, Ia menjadi pusat awidya dan keakuan. Ia menimbulkan perasaan hati pada manusia, lalu Ia hidup didunia ini dan memerlukan pertumbuhan. Dalam pertumbuhannya itu, Ia mencari kebahagiannya.

Didalam hidup sehari-hari bila kita melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa atau keburu nafsu, kadang-kadang mengakibatkan kehancuran. Demikian juga jika kita marah atau putus asa akan mengakibatkan ketidakselarasan. Jadi sabar dan tahan uji, adalah dasar perasaan hati yang normal pada setiap manusia. Bila benar caranya kecerdasan itu mengemudikan perasaan, maka hal itu disebut kebajikan. Dan orang yang melakukan hal itu akan dipandang sebagai orang yang baik. Dalam hal ini ia menjadi orang yang budiman, pengasih manusia dan pencinta setiap makhluk. Perasaan hatinya berkembang, dikuasai oleh rasa cinta yang makin mendalam dan akhirnya ia mencapai jiwamukti, yaitu kebebasan rohani yang tertinggi semasih ia hidup didunia ini. Orang yang mencapai keadaan yang demikian itu disebut jiwamukta.

Di dalam Weda Brhadaranyaka Upanisad disebut bahwa Brahman adalah “wijnanam anandam Brahma”, yang maksudnya Brahman adalah kebijaksanaan dan kebahagiaan. Disamping itu di dalam kitab-kitab suci disebutkan juga bahwa Brahman itu bersifat Kebenaran-Kesadaran-Kebahagiaan. Oleh karena Brahman dan Jiwatman pada dasarnya sama, maka alam jiwatman itupun bersifat bahagia. Begitu juga Brahman mempunyai sifat yang bersih dan suci, maka oleh karena itu jiwatman pun bersifat bersih, suci dan bahagia.

Alam ini tidak dipisah-pisahkan karena kesatuan adalah kesucian, dan perasaan kesatuan itu adalah kebahagiaan. Inilah yang menjadi sebab manusia selalu mencari kepuasan akan kebahagiaan karena memang sudah menjadi sifatnyalah untuk mencapai kebahagiaan dan selalu berusaha untuk mewujudkan sifat alamnya itu. Sepanjang perjalanan, ia terus mencari kebahagiaan. Inilah yang menjadi tujuan pertama dalam hidupnya. Didalam perjalanannya untuk mencapai kebahagiaannya itu, sering-sering ia menghadapi kesusahan dan kesenangan, dimana pada akhirnya ia melihat, bahwa kesucian, kebijaksanaan dan kebahagiaan adalah tunggal dan tak dapat dipisah-pisahkan, karena ketiga sifat ini adalah alam Icwara.
Lanjut Baca >>